Motivasi Berguru Siswa, Pengertian Bentuk Dan Faktor Yang Menghipnotis Motivasi Berguru Siswa
Pengertian Motivasi
Kata motivasi berasal dari kata “motif”, yang berarti alasan melaksanakan sesuatu, sebuah kekuatan yang mengakibatkan seseorang bergerak melaksanakan suatu kegiatan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Depdikbud, 1996:593) motivasi didefinisikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melaksanakan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.Sondang P. Siagian (2004:138), memperlihatkan definisi motivasi sebagai daya dorong yang menimbulkan seseorang mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan, tenaga dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dengan demikian motivasi merupakan usaha-usaha yang sanggup mengakibatkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergerak untuk melaksanakan sesuatu keinginan mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Untuk itu, motivasi yaitu suatu proses internal yang mengaktifkan, membimbing, dan mempertahankan sikap dalam rentang waktu tertentu. Dengan kata lain, motivasi yaitu apa yang menciptakan kita berbuat, menciptakan kita tetap berbuat dan menentukan ke arena mana yang hendak kita perbuat.
Motivasi dapat dikatakan sebagai efek kebutuhan dan keinginan pada intensitas dan arah seseorang yang menggerakkan orang tersebut untuk mencapai tujuan dari tingkat tertentu. Menurut Mc. Donald yang dikutip oleh Oemar Hamalik (2002:1973), motivasi yaitu suatu perubahan energi di dalam diri pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif, dan reaksi untuk mencapai tujuan, juga sebagai dorongan dari dalam diri seseorang dan dorongan ini merupakan motor penggerak.
Kata-kata Sang Motivator sanggup dijadikan contoh dalam membangkitkan Motivasi Belajar |
Oleh lantaran itu, motivasi sebagai proses batin atau proses psikologis yang terjadi pada diri seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan), dan faktor internal yang menempel pada setiap orang (pembawaan), tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, keinginan atau harapan masa depan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa motivasi yaitu suatu proses perubahan tenaga dalam diri individu yang memberi kekuatan baginya untuk bertingkah laris (dengan ulet belajar) dalam perjuangan mencapai tujuan belajarnya.
Sedangkan belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, dengan berguru insan melaksanakan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua acara dan prestasi hidup insan tidak lain yaitu hasil dari belajar, lantaran seseorang hidup dan bekerja berdasarkan apa yang telah dipelajari. Belajar itu bukan hanya sekedar pengalaman, berguru yaitu suatu proses, bukan suatu hasil. Oleh lantaran itu, berguru berlangsung aktif dan integratif dengan memakai banyak sekali bentuk perbuatan untuk mencapai hasil.
W.S Winkel (1996:53) mengatakan, bahwa belajar yaitu suatu acara mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan, pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap, serta perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan tetap. Sedangkan yang dimaksud motivasi berguru yaitu keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan sikap individu untuk belajar.
==============================================
==============================================
Nana Sudjana (1988:17) mengatakan, bahwa belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan yang ada dalam diri seseorang, perubahan sebagai hasil, dan berguru sanggup ditunjukkan dalam banyak sekali bentuk, menyerupai perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan tingkah laku.
Sedangkan Crow yang dikutip oleh A. Tabrani R (1994:121), memperjelas pentingnya motivasi berguru siswa atau motivasi dalam belajar, yaitu bahwa berguru harus diberi motivasi dengan banyak sekali cara sehingga minat yang dipentingkan dalam berguru itu dibangun dari minat yang telah ada pada diri anak.
Oleh lantaran itu, pada garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
a. Motivasi menentukan tingkat keberhasilan atau kegagalan perbuatan berguru siswa, lantaran berguru tanpa adanya motivasi, sulit untuk berhasil.
b. Pengajaran yang bermotivasi, pada hakikatnya yaitu pengajaran yang diadaptasi dengan kebutuhan, dorongan, motif, dan minat yang ada pada siswa. Pengajaran yang demikian, sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan.
c. Pengajaran yang bermotivasi berdasarkan kreativitas dan imajinitas pada guru untuk berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan harmonis guna membangkitkan dan memelihara motivasi berguru pada siswa. Guru harus senantiasa berusaha biar siswa pada akibatnya mempunyai motivasi yang baik.
d. Berhasil atau tidaknya dalam menumbuhkan dan memakai motivasi dalam pengajaran erat kaitannya dengan pengaturan dalam kelas.
e. Asas motivasi menjadi salah satu potongan yang integral dari asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar tidak saja melengkapi mekanisme mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pengajaran yang efektif. Dengan demikian, penggunaan asas motivasi sangat esensial dalam proses berguru mengajar.
Tumbuhkan Motivasi Belajar Siswa |
Berikut ini beberapa definisi atau pengertian motivasi belajar berdasarkan para ahli
Menurut H. Mulyadi (Mulyadi, Psikologi Pendidikan, Biro Ilmiah, FT. IAIN Sunan Ampel, Malang, 1991:87) menyatakan bahwa definisi atau pengertian motivasi belajar yaitu membangkitkan dan memperlihatkan arah dorongan yang mengakibatkan individu melaksanakan perbuatan belajar
Menurut Tadjab, (Tadjab MA Ilmu Pendidikan. Karya Abditama Surabaya 1990:102) pengertian motivasi belajar yaitu keseluruhan daya aktivis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan berguru itu demi mencapai suatu tujuan.
Menurut Sardiman ( 1988:75 ) menyampaikan bahwa :
definisi atau pengertian Motivasi berguru adalah keseluruhan daya aktivis di daam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan berguru dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek berguru itu tercapai
Menurut (Bophy, 1987) definisi atau pengertian motivasi belajar yaitu sebagai a general state dan sebagai a situationspecific state Sebagai a general state, motivasi berguru yaitu suatu tabiat yang permanen yang mendorong seseorang untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam suatu kegiatan belajar. Sebagai a situation-specific state, motivasi berguru muncul lantaran keterlibatan individu dalam suatu kegiatan tertentu diarahkan oleh tujuan memperoleh pengetahuan atau menguasai keterampilan yang diajarkan.
Menurut McCombs (1991) pengertian motivasi belajar yaitu kemampuan internal yang terbentuk secara alami yang sanggup ditingkatkan atau dipelihara melalui kegiatan yang memperlihatkan dukungan, memperlihatkan kesempatan untuk menentukan kegiatan, memperlihatkan tanggung jawab untuk mengontrol proses belajar, dan memperlihatkan tugas-tugas berguru yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan pribadi.
Menurut Afifudin (dalam Ridwan, 2008), pengertian motivasi belajar yaitu keseluruhan daya aktivis di dalam diri anak yang bisa menimbulkan kesemangatan atau kegairahan belajar
Menurut Winkel (2003) dalam Puspitasari (2012) definisi atau pengertian motivasi belajar yaitu segala perjuangan di dalam diri sendiri yang menimbulkan kegiatan belajar, dan menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar serta memberi arah pada kegiatan kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai. Motivasi berguru merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual dan berperan dalam hal menumbuhkan semangat berguru untuk individu.
Menurut Clayton Alderfer dalam Hamdhu (2011) pengertian motivasi belajar yaitu kecenderungan siswa dalam melakukan segala kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil berguru sebaik mungkin.
Bentuk-bentuk Motivasi Belajar Siswa
Motivasi tumbuh dan berkembang dalam diri seseorang, secara umum dengan jalan sebagai berikut:
a) Datang dalam diri individu itu sendiri atau disebut Motivasi Instrinsik (Motivasi Belajar Instrinsik)
b) Datang dari lingkungan atau sisebut Motivasi Ekstrinsik (Motivasi Belajar Ekstrinsik)
1. Motivasi Instrinsik (Motivasi Belajar Instrinsik)
Jenis motivasi ini timbul sebagai akhir dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri, contohnya siswa berguru lantaran ingin mengetahui seluk beluk suatu kasus selengkap-lengkapnya, ingin menjadi orang yang terdidik, semua keinginan itu berpangkal pada penghayatan kebutuhan dari siswa berdaya upaya, melalui kegiatan berguru untuk memenuhi kebutuhan itu. Namun kini kebutuhan ini hanya sanggup dipenuhi dengan berguru giat, tidak ada cara lain untuk menjadi orang terdidik atau ahli, lain belajar. Biasanya kegiatan berguru disertai dengan minat dan perasaan senang. W.S. Winkel menyampaikan bahwa : “Motivasi Intrinsik yaitu bentuk motivasi yang berasal dari dalam diri subyek yang belajar”.10 Namun terbentuknya motivasi intrinsic biasanya orang lain juga memegang peran, contohnya orang renta atau guru menyadarkan anak akan kaitan antara berguru dan menjadi orang yang berpengetahuan. Biarpun kesadaran itu pada suatu ketika mulai timbul dari dalam diri sendiri, efek dari pendidik telah ikut menanamkan kesadaran itu. Kekhususan dari motivasi ekstrinsik ialah kenyataan, bahwa satu-satunya cara untuk mencapai tujuan yang ditetapkan ialah belajar.
2. Motivasi Ekstrinsik (Motivasi Belajar Ekstrinsik)
Jenis motivasi ini timbul akhir efek dari luar individu, apakah lantaran ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akibatnya ia mau belajar. Winkel menyampaikan “Motivasi Ekstrinsik, acara berguru dimulai dan diteruskan berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan acara berguru sendiri”.
Perlu ditekankan bahwa dorongan atau daya aktivis ialah belajar, bersumber pada penghayatan atau suatu kebutuhan, tetapi kebutuhan itu sebetulnya sanggup dipengaruhi dengan kegiatan lain, tidak harus melalui kegiatan belajar. Motivasi berguru selalu berpangkal pada suatu kebutuhan yang dihayati oleh orangnya sendiri, walaupun orang lain memegang kiprah dalam menimbulkan motivasi itu, yang khas dalam motivasi ekstrisik bukanlah ada atau tidak adanya efek dari luar, melainkan apakah kebutuhan yang ingin dipenuhi intinya hanya sanggup dipenuhi dengan cara lain. Berdasarkan uraian di atas maka motivasi berguru esktrinsik sanggup digolongkan antara lain:
a. Belajar demi memenuhi kewajiban.
b. Belajar dmei menghindari hukuman.
c. Belajar demi memperoleh hadiah materi yang dijanjikan.
d. Belajar demi meningkatkan gengsi sosial.
e. Belajar demi memperoleh kebanggaan dari orang yang penting (guru dan orang tua).
f. Belajar demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhi persyaratan kenaikan jenjang/golongan administrasi.
Berdasarkan sumber dan proses perkembangannya, maka motivasi atau motif berdasarkan Abin Syamsudin Makmun (2001:75) sanggup digolongkan menjadi dua, yaitu:
1) Motif primer (primery motive) atau motif dasar (basic motive), memperlihatkan pada motif yang tidak dipelajari. Motif ini sering juga disebut dengan istilah dorongan (drive), dan golongan motif inipun dibedakan lagi ke dalam:
a) Dorongan fisiologis (primary motive) yang bersumber pada kebutuhan organis (organic need) yang meliputi antara lain lapar, haus, seks, kegiatan, pernapasan dan istirahat.
b) Dorongan umum (morgani’s general drive) dan motif darurat (wodworth’s emergency motive), termasuk di dalamnya dorongan kasih sayang, takut, kekaguman dan rasa ingin tahu.
2) Motif sekunder (secondary motive), memperlihatkan pada motif yang berkembang pada diri individu lantaran pengalaman, dan dipelajari (conditioning and reinforcement), yang termasuk di dalamnya antara lain:
a) Takut yang dipelajari ( learned fear),
b) Motif-motif sosial (ingin diterima, dihargai, persetujuan, status, merasa aman, dan sebagainya),
c) Motif obyektif dan interes (eksplorasi, manipulasi, minat),
d) Maksud (purpose) dan aspirasi,
e) Motif berprestasi (achievement motive).
Menurut WS. Winkel (1983:27) motivasi berguru siswa merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual, peranannya yang khas yaitu gairah atau semangat belajar, sehingga seorang siswa yang bermotivasi kuat, beliau akan mempunyai banyak energi untuk melaksanakan kegiatan belajar. Dengan demikian, siswa yang mempunyai motivasi kuat, beliau akan mempunyai semangat dan gairah berguru yang tinggi, dan pada gilirannya akan sanggup mencapai prestasi berguru yang tinggi.
Seorang siswa berguru lantaran didorong oleh kekuatan mentalnya, kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita, dan kekuatan mental tersebut, sanggup tergolong rendah dan tinggi. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan sikap manusia, termasuk sikap belajar. Dalam motivasi tergantung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan sikap belajar. Setidaknya ada dua komponen utama dalam motivasi, yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan.
Siswa yang termotivasi, ia akan menciptakan reaksi-reaksi yang mengarahkan dirinya kepada perjuangan mencapai tujuan dan akan mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh tenaga di dalam dirinya. Dengan kata lain, motivasi memimpin dirinya ke arah reaksi-reaksi mencapai tujuan, contohnya untuk sanggup dihargai dan diakui oleh orang lain.
Faktor yang berasal dari luar individu yang kuat terhadap seorang siswa dalam belajar, di antaranya yaitu efek dari orang tua. Orang tua, merupakan orang yang pertama kali mendidik anaknya sebelum anak tersebut mendapat pendidikan dari orang lain. Demikian juga dengan hal pemenuhan kebutuhan rohani (intrinsik) dan jasmani (ekstrinsik) bagi seorang anak, maka orang tualah yang bertanggungjawab pertama kali.
Di dalam mendidik dan memenuhi kebutuhan anaknya, maka diharapkan perhatian dari orang tua. Peran utama bagi orang renta dalam lingkungan keluarga, yang terpenting yaitu memperlihatkan pengalaman pertama pada masa anak-anak, lantaran pengalaman pertama merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak.
Sedangkan bagi seorang anak, ketika melaksanakan proses berguru ada dua faktor yang menjadi tenaga penggeraknya, yaitu motivasi ekstrinsik, yakni motivasi yang berasal dari luar diri dan motivasi instrinsik yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Seorang anak yang berguru dengan motivasi yang rendah atau bahkan tidak mempunyai motivasi, akan susah untuk diajak berprestasi, anak merasa cepat puas dengan hasil yang diperoleh, apatis, tidak kreatif dan tidak fokus.
Dalam kondisi menyerupai ini, kiprah orang renta sebagai motivator dituntut untuk bisa membangkitkan motivasi berguru anaknya sehingga segala potensi yang dimiliki anak terekspresikan dalam bentuk perilaku-perilaku belajarnya. Usaha orang renta untuk membantu membangun motivasi berguru pada diri anak-anaknya, bukanlah perjuangan yang gampang lantaran motivasi berguru ini sebetulnya harus sudah mulai ditanamkan orang renta kepada anaknya semenjak dari kecil. Dengan demikian, anak diharapkan mempunyai kesadaran akan pentingnya berguru untuk dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, sanggup ditarik suatu kesimpulan bahwa perhatian yang diberikan orang renta terhadap anaknya akan mensugesti motivasi berguru siswa. Pengaruh tersebut, tergantung pada seberapa besar perhatian yang diberikan orang renta kepada anaknya. Bila perhatian yang diberikan oleh orang renta besar, maka akan mendorong munculnya motivasi berguru dalam diri anaknya, demikian pula sebaliknya. Di mana pada akhirnya, prestasi berguru anak di sekolah yang mendapat perhatian dari orang renta lebih baik dibandingkan dengan prestasi anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua. Dengan demikian, sanggup diduga adanya efek yang signifikan dari perhatian orang renta terhadap motivasi berguru siswa.
Berdasarkan uraian di atas, sanggup ditarik suatu kesimpulan bahwa perhatian yang diberikan orang renta terhadap anaknya akan mensugesti motivasi berguru siswa. Pengaruh tersebut, tergantung pada seberapa besar perhatian yang diberikan orang renta kepada anaknya. Bila perhatian yang diberikan oleh orang renta besar, maka akan mendorong munculnya motivasi berguru dalam diri anaknya, demikian pula sebaliknya. Di mana pada akhirnya, prestasi berguru anak di sekolah yang mendapat perhatian dari orang renta lebih baik dibandingkan dengan prestasi anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua. Dengan demikian, sanggup diduga adanya efek yang signifikan dari perhatian orang renta terhadap motivasi berguru siswa.
Bentuk-Bentuk Motivasi Belajar Siswa di Sekolah
Di dalam kegiatan belajar-mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi bagi pelajar sanggup membuatkan acara dan inisiatif, sanggup mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melaksanakan kegiatan belajar. Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan berguru di sekolah, di antaranya yaitu:
1) Memberi Angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar yaitu nilai ulangan atau nilai-nilai pada rapot angkanya baik-baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat.
2) Hadiah
Hadiah sanggup juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidak selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak bahagia dan tidak berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut.
3) Saingan/Kompetisi
Saingan atau kompetisi sanggup digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong siswa untuk belajar. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok sanggup mmeningkatkan prestasi berguru para penerima didik.
4) Mengetahui Hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk berguru lebih ulet lagi. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil berguru meningkat, maka ada motivasi untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
5) Pujian
Apabila ada siswa yang sukses atau berhasil menuntaskan kiprah dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini yaitu bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Oleh lantaran itu supaya kebanggaan ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tetap. Dengan kebanggaan yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mepertinggi gairah berguru serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.
6) Memberi Ulangan
Para siswa akan ulet berguru kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh lantaran itu memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, yaitu yang terlalu sering melaksanakan ulangan (misalnya setiap hari) lantaran bisa membosankan para penerima didik.
Di samping bentuk-bentuk motivasi yang sudah dijelaskan di atas, sudah barang tentu masih banyak bentuk dan cara yang bisa dimanfaatkan. Hanya yang penting bagi guru adanya bermacam-macam-macam motivasi itu sanggup dikembangkan dan diarahkan untuk sanggup melahirkan hasil berguru yang bermakna. (Sardiman, A.M, 2001).
Indikator-indikator Motivasi Belajar
Berikut ini beberapa Indikator-indikator Motivasi Belajar, antara lain
1) Disiplin; disiplin ialah melatih dan mendidik (termasuk pelajaran mental dan moral) orang-orang terhadap peraturan biar ada kepatuhan dan kemudian supaya sanggup berjalan dengan tertib dan teratur dalam organisasi." Disiplin merupakan suatu training dan pendidikan kepada siswa biar dengan bahagia hati melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan perintah guru di sekolah.
2) Kepuasan; kepuasan berguru yaitu cara seorang siswa mencicipi apa yang dipelajari sanggup bermanfaat bagi dirinya. Kepuasan merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap tugasnya yang didasarkan atas aspek-aspek tugasnya. Seorang siswa yang memperoleh kepuasan dari belajarnya akan mempertahankan prestasi belajarnya.
3) Keamanan; rasa kondusif sangat kuat terhadap semangat berguru siswa karenarasa kondusif akan menimbulkan ketenangan kepada siswa di dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelajar. Adapun yang dimaksud dengan rasa kondusif adalah: (a) kondusif untuk menghadapi masa depan menyerupai mempunyai nilai yang tinggi, dan (b) rasa kondusif di tempat belajar, barang milik, dan barang akomodasi berguru dari sekolah. Rasa kondusif ditempat berguru yaitu suasana perasaan damai pada ketika siswa melaksanakan tugas-tugasnya di ruangan belajar. Suasana tersebut dapat dilihat dari sikap siswa pada ketika melaksanakan tugas-tugasnya. Mereka tidak merasa terancam dan tertekan baik dari atas, sesama rekan siswa, dan pihak luar. Barang-barang milik siswa dan inventaris akomodasi berguru yang ditinggalkan di ruangan berguru maupun di lingkungan tempat berguru pun aman.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Adapun faktor-faktor yang mensugesti motivasi belajar terhadap siswa ada banyak sekali macam. Menurut Sardiman (2007:92), bahwa yang mensugesti motivasi berguru pada siswa adalah: tingkat motivasi belajar, tingkat kebutuhan belajar, minat dan sifat pribadi. Keempat faktor tersebut saling mendukung dan timbul pada diri siswa sehingga tercipta semangat berguru untuk melaksanakan acara sehingga tercapai tujuanpemenuhan kebutuhannya.
Menurut Dimyati & Mudjiono (2004:89), unsur-unsur yang mensugesti motivasi belajar adalah:
a. Cita-cita atau aspirasi siswa
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak semenjak kecil. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari impian dalam kehidupan. Dari segi emansipasi kemandirian, keinginan yang terpuaskan sanggup memperbesar kemauan dan semangat belajar. Dari segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga eksekusi akan sanggup mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-cita.
b. Kemampuan siswa
Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
c. Kondisi siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani sangat mempengaruhi motivasi belajar.
d. Kondisi lingkungan siswa
Lingkungan siswa berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, kehidupan kemasyarakatan. Dengan kondisi lingkungan tersebut yang aman, tentram, tertib dan indah maka semangat dan motivasi berguru gampang diperkuat.
e. Unsur-unsur dinamis dalam berguru dan pembelajaran
Siswa mempunyai perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan sahabat sebayanya kuat pada motivasi dan sikap belajar.
f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa
Guru yaitu seorang pendidik profesional. Ia bergaul setiap hari dengan puluhan atau ratusan siswa. Sebagai pendidik, guru sanggup memilil danmemilah yang baik. Partisipasi dan teladan menentukan sikap yang baik tersebut sudah merupakan upaya membelajarkan dan memotivasi siswa.
Sedangkan Menurut dimyati dan mudjiono, faktor-faktor yang mensugesti motivasi berguru siswa yaitu adalah sebagai berikut:
1) Cita-cita atau Aspirasi Siswa
Motivasi berguru tampak pada keinginan anak semenjak kecil. Keberhasilan mencapai keinginan sanggup menumbuhkan kemauan berguru yang akan menimbulkan impian dalam kehidupan. Cita cita dapat memperkuat motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
2) Kemauan Siswa
Keinginana seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan untuk mencapainya, lantaran kemauan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
3) Kondisi Siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mensugesti motivasi belajar.
4) Kondisi lingkungan Siswa
Siswa sanggup terpengaruh oleh lingkungan sekitar, oleh lantaran itu kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan, dan ketertiban pergaulan perlu di pertinggi mutunya biar semangat dan motivasi berguru siswa gampang diperkuat.
5) Unsur-Unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran
Siswa mempunyai perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. (Dimyati dan Mujiono, 2002)
Cara Mengukur Motivasi Belajar Siswa dan Indikator Motivasi Belajar Siswa
Salah satunya yang cukup elok mendeskripsikan minat dan motivasi berguru siswa yaitu Keller, 1987.John Keller berdasarkan model yang diajukannya telah menciptakan sebuah instrumen pengukur minat dan motivasi belajar.Ia mendeskripsikan minat berguru dan motivasi berguru siswa melalui 4 komponen utama, sesuai dengan nama model yang disuguhkan ARCS (Attention, Relenvace, Confidence, Satisfaction), atau dalam bahasa Indonesia : Atensi (perhatian), Relevansi (kesesuaian), Kepercayaan diri, dan Kepuasan.
Selain dengan model ARCS, Anda sanggup menciptakan sendiri Angket untuk megukur motivasi berguru siswa. Adapun indikator-indikator yang sanggup digunakan untuk penyusunan Angket tersebut, menyerupai yang dikemukakan oleh Makmun (dalam Engkoswara 2010:210), yaitu:
1. Durasi kegiatan (berapa usang penggunaan waktunya untuk melaksanakan kegiatan).
2. Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dalam periode waktu tertentu).
3. Persistensinya (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan.
4. Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, fikiran, bahkan jiwa dan nyawanya).
5. Ketabahan, keuletan, dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.
6. Tingkat aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran, atau target, dan ideologinya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
7. Tingkat kualifikasinya prestasi atau produk atau output yang dicapai dari kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak).
8. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike, positif atau negatif).
Atau Anda bisa menciptakan indicator sendiri menyerupai sontoh indikator motivasi berguru siswa berikut ini yang sanggup digunakan dalam penelitian tindakan yaitu sebagai berikut:
1. Keseriusan siswa dalam mengikuti pelajaran
2. Kemauan siswa menyediakan alat-alat atau sumber/bahan pelajaran yang dibutuhkan
3. Keterlibatan siswa dalam diskusi kelompok
4. Keterlibatan siswa dalam diskusi kelas
5. Keaktifan siswa dalam mendengar klarifikasi guru
6. Keaktifan siswa dalam mengerjakan kiprah individu dan kelompok
7. Disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran
8. Timbulnya rasa keingintahuan dan keberanian siswa
9. Adanya keinginan untuk mendapat hasil yang terbaik terutama dalam diskusi kelompok
10. Timbulnya semangat atau kegairahan pada diri siswa dalam mengikuti pelajaran
Teori Motivasi Belajar
Pada potongan ini penulis akan membahas wacana beberapa teori motivasi antara lain yaitu :
1. Teori Hedonisme
Hedone yaitu bahasa Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, kenikmatan. Seperti dikatakan oleh M Ngalim Purwanto bahwa : “Hedonisme yaitu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada insan yaitu mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi”.6 Menurut pandangan teori ini insan pada hakekatnya yaitu mahluk yang mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan. Orang yang menganut teori ini setiap menghadapi kasus yang perlu pemecahan, orang tersebut cenderung menentukan alternatif pemecahan yang sanggup mendatangkan kesenangan dari pada yang menimbulkan kesukaran, kesulitan, kesengsaraan, penderitaan dan segala sesuatu yang menimbulkan tidak enak.
Pengaruh dari teori ini yaitu adanya anggapan bahwa semua orang akan cenderung menghindar dari hal-hal yang sulit dan yang menyusahkan diri sendiri dan yang mengandung hal-hal yang beresiko berat, dan lebih suka melaksanakan sesuatu yang mendatangkan kenangan baginya. Sebagai contoh, siswa di suatu kelas akan bertepuk tangan bila mereka mendengar guru yang akan mengajar matematika tidak akan masuk dikarenakan sakit, seorang karyawan segan bekerja dengan baik dan malas bekerja, akan tetapi menuntut honor dan upah yang tinggi. Dan
masih banyak lagi contobh yang lain yang memperlihatkan bahwa motivasi iti sngat diharapkan berdasarkan teori Hedonisme, para siswa dan karyawan tersebut pada contoh di atas harus diberi motivasi secara tepat biar tidak malas dan mau bekerja dengan baik, dengan menenuhi kesenangannya.
2. Teori Naluri
Manusia sebagai individu hidup dalam suatu dunia yang bukan dirinya sendiri, tetapi mutlak di perlukan untuk hidupnya, untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, melangsungkan dan mengembangkan, insan membutuhkan makanan, udara, ilmu, pengetahuan, juga persahabatan, komplotan dan lain sebagainya yang bekerjasama dengan hidup dan kehidupan.
Daya-daya yang mendorong insan dari dalam untuk melaksanakan perbuatan itu disebut naluri atau dorongan nafsu.
Menurut M. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa : “Naluri (dorongan nafsu) yaitu kekuatan pendorong maju yang memaksakan dan mengejar kepuasan dengan jalan mencari, mencapai sesuatu yang berupa benda-benda ataupun nilai-nilai tertentu”.
Naluri merupakan kekuatan di dalam diri insan yang mendorong kita untuk maju dan mempunyai benda-benda dan nilai-nilai itu. Naluri yaitu bentuk penjelmaan hidup tertentu, insan sebagai mahluk yang sadar akan diri sendiri, akan tetapi menyadari bahwa ia didorong, ia merasa bahwa ada sesuatu di dalam dirinya yang mendorongnya berbuat dan bertindak. Dalam garis besarnya naluri (dorongan nafsu) sanggup dibagi menjadi tiga golongan :
a. Naluri (dorongan nafsu) mempertahankan diri : Mencari makan kalau ia lapar, menghindarkan diri dari bahaya, menjaga diri biar tetap sehat, mencari proteksi diri untuk hidup aman.
b. Naluri (dorongan nafsu) membuatkan diri : Dorongan ingin tahu, melatih dan mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya. Pada insan dorongan inilah yang menjadikan kebudayaan insan makin maju dan makin tinggi.
c. Naluri (dorongan nafsu) mempertahankan dan membuatkan jenis : insan secara sadar maupun tidak sadar, selalu menjaga biar jenisnya dan keturunannya tetap berkembang dan hidup. Naluri ini terjelma dalam penjodohan dan perkawinan. Serta dorongan untuk memelihara dan mendidik anak-anak.
Dengan dimilikinya ketiga naluri pokok itu maka kebiasan-kebiasaan atau tindakan dan tingkah laris insan yang diperbuatnya sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut. Oleh lantaran itu, berdasarkan teori ini untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan. Contoh, seorang pelajar terdorong untuk berkelahi lantaran sering diejek dan dihina oleh teman-temannya lantaran ia dianggap kurang berilmu di dalam kelasnya. (naluri mempertahankan diri). Agar pelajar tersebut tidak berkembang ke arah yang negatif, kita perlu memberi motivasi, contohnya menyediakan situasi yang sanggup mendorong anak itu menjadi rajin berguru sehingga sanggup menyamai teman-teman sekelasnya.
Sering kita melihat seseorang bertingkah dalam melaksanakan sesuatu lantaran didorong oleh lebih dari satu naluri pokok sekaligus, sehingga sukar bagi kita untuk menetukan naluri pokok mana yang lebih lebih banyak didominasi mendorong orang tersebut melaksanakan tindakannya yang demikian itu.
Sebagai contoh seorang pelajar sangat tekun dan rajin berguru meskipun ia hidup diidalam kemiskinan bersama keluarganya. Hal apakah yang mendorong pelajar tersebut sangat rajin dan tekun belajar? Mungkin lantaran ia benar-benar ingin menjadi berilmu (naluri membuatkan diri) tetapi mungkin juga lantaran ia ingin meningkatkan karir pekerjaannya sehingga pada saatnya ia sanggup hidup bahagia bersama keluarganya dan sanggup membiayai anak-anaknya (naluri mengembangjan dan mempertahankan jenis, dan naluri mempertahankan diri).
3. Teori Reaksi
Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau sikap insan tidak berdasarkan nalurinaluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laris yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Orang berguru bila banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat ia hidup dan dibesarkan. Oleh lantaran itu teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini, apabila seorang pendidik (guru) akan memotivasi anak didiknya, pendidik (guru) itu hendaknya mengetahui benar-benar latar belakang kehidupan dan kebudayaan bawah umur didiknya.
Dengan mengetahui latar belakang kebudayaan seseorang kita sanggup mengetahui pola tingkah lakunya dan sanggup memahami pula mengapa ia bereaksi atau bersikap yang mungkin berbeda dengan orang lain dalam menghadapi sesuatu masalah. Kita mengetahui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari banyak sekali mavam suku yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Oleh lantaran itu, banyak kemungkinan seorang guru di suatu sekolah akan menghadapi beberapa macam anak didik yang berasal dari lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda perlu adanya pelayanan dan pendekatan yang berbeda-beda pula, termasuk pelayanan dalam pemberian motivasi terhadap mereka.
4. Teori Daya Pendorong
Teori ini merupakan perpaduan antara Teori Naluri dan Teori Reaksi. Daya pendorong yaitu semacam Naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum, contohnya suatu daya pendorong pada jenis kelamin yang lain. Semua orang dalam semua kebudayaan mempunyai daya pendorong pada jenis kelamin yang lain. Namun cara-cara yang digunakan dalam mengajar kepuasan terhadap daya pendorong tersebut berlain-lainan bagi tiap-tiap individu berdasarkan latar belakang kebudayaan masing-masing. Oleh lantaran itu berdasarkan teori ini bila seorang pendidik (guru) ingin memotivasi anak didiknya ia harus mendasarkannya atas daya pendorong, yaitu atas naluri dan juga reaksi yang dipelajari dari kebudayaan lingkungan yang dimilikinya. Memotivasi anak didik yang semenjak kecil tinggal di kawasan pedalaman dan terpencil kemungkinan besar berbeda dengan cara memperlihatkan motivasi kepada anak yang dibesarkan dan hidup di kota-kota besar yang sudah maju diberbagai bidang walaupun kasus yang dihadapi oleh siswa itu sama.
Teori motivasi yang kini banyak dianut orang yaitu teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh insan pada hakekatnya yaitu untuk memenuhi kebutuhannya. Baik kebutuhan phisik maupun kebutuhan psikis. Oleh lantaran itu berdasarkan teori ini apabila seorang pendidik (guru) bermaksud memotivasi siswa ia harus berusaha mengetahui lebih dahulu apa kebutuhan orang yang akan dimotivasinya.
Sekarang ini telah banyak teoritisi psikologi yang telah mengemukakan teori-teorinya wacana kebutuhan dasar manusia. Salah satu teori kebutuhan yang sangat erat hubungannya dengan motivasi yaitu teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh A. Maslow. Maslow mengemukakan menyerupai yang dikutip oleh Ibrahim Bafadal yaitu : “Kebutuhan dasar insan itu terbentang, dalam satu garis kontinum dan berbentuk hirarki, dimulai dari kebutuhan terbawah hingga dengan kebutuhan teratas. Semua diklasifikasi menjadi lima macam kebutuhan dasar insan yaitu (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan rasa aman, (3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan harga diri dan (5) kebutuhan aktualisasi diri”.
Maslow, dengan teori Hirarki Kebutuhan menyatakan bahwa: “Kebutuhan fisiologis kemudian dilanjutkan dengan kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri bisa juga disebut kebutuhan pertumbuhan, merupakan kebutuhan tertinggi”.
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas sanggup kita jelaskan kebutuhan apa yang masuk dalam tiap-tiap tingkatan kebutuhan itu :
- Aktualis
- Harga
- Sosial
- Rasa aman
- Fisiologis
a. Kebutuhan fisiologis : kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar, yang bersifat primer dan vital yang menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme insan menyerupai kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik, kebutuhan sexs dan sebagainya.
b. Kebutuhan rasa kondusif dan perlindungan, menyerupai terjamin keamannnya, terlindung dari ancaman dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagainya.
c. Kebutuhan sosial yang meliputi antara lain kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, dan kerja sama.
d. Kebutuhan akan penghargaan, termasuk kebutuhan dihargai lantaran prestasi, kemampuan, kedudukan atau status, pangkat dan sebagainya.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri, antara lain kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, kreativitas, dan mulut diri.
Tingkat atau hirarki kebutuhan dari Maslow ini tidak dimaksudkan sebagai suatu kerangka yang sanggup digunakan setiap saat, tetapi lebih merupakan kerangka pola yang sanggup digunakan sewaktu-waktu bilamana diharapkan untuk memprakirakan tingkat kebutuhan mana yang sanggup digunakan untuk mendorong seseorang yang akan dimotivasi bertindak melaksanakan sesuatu.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita sanggup mengamati bahwa kebutuhan insan itu berbeda-beda, faktor-faktor yang mensugesti adanya tingkat kebutuhan itu antara lain latar belakang pendidikan, tinggi rendahnya kedudukan, pengalaman masa lampau, pandangan atau filsafat hidup, impian dan harapan masa depan dari tiap-tiap individu.
Berdasarkan urutan tingkat kebutuhan berdasarkan teori Maslow, kehidupan tiap insan sanggup dijelaskan sebagai berikut : Pada mulanya kebutuhan insan yang paling mendesak yaitu kebutuhan fisiologis menyerupai pangan, sandang, papan dan kesehatan. Jika kebutuhan-kebutuhan fisiologis ini telah terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan yang mendesak yaitu kebutuhan yang mendesak, amak timbul kebutuhan lain yang mendesak yaitu kebutuhan akan penghargaan. Demikian seterusnya hingga kepada tingkat kebutuhan aktualisasi diri, ingin menjadi orang populer dan ternama. Namun janganlah diartikan bahwa kehidupan insan itu akan mengikuti urutan kelima tingkat kebutuhan fisiologis hingga dengan tingkat kebutuhan aktualisasi diri, proses kehidupan insan itu berbeda-beda dan tidak selalu menuruti garis lurus yang meningkat, kadang kala melompat dari tingkat kebutuhan tertentu ke tingkat kebutuhan lain dengan melampaui tingkat kebutuhan tertentu yang lain dengan melampaui tingkat kebutuhan yang berbeda diatasnya. Atau pula kemungkinan terjadi lompatan balik dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi ke tingkat kebutuhan di bawahnya. Dengan demikian pada saat-saat tertentu tingkat kebutuhan seseorang berbeda dengan orang-orang lain.
Motivasi merupakan proses yang tidak sanggup diamati, tetapi ditafsirkan melalui tindakan individu yang bertingkah laku, sehingga motivasi merupakan konstruksi jiwa. Kedudukan motivasi sejajar dengan isi jiwa sebagai cipta (kognisi), karsa (konasi), dan rasa (emosi) yang merupakan tridaya. Apabila cipta, karsa dan rasa yang menempel pada diri seseorang dikombinasikan dengan motivasi sanggup menjadi catur daya atau empat dorongan yang sanggup mengarahkan individu untuk mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan.
Menurut McDonald (Wasty, 2000:191) motivasi yaitu merupakan perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Di dalam perumusan pendapat Mc Donald tersebut di ini bila dicermati ada tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu:
1. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi di dalam pribadi. Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari perbuatan tertentu
2. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal. Mula-mula merupakan ketegangan psikologis kemudian merupakan suasana emosi. Suasana ini menimbulkan kelakuan yang bermotif Perubahanini bisa dan mungkin juga tidak, kita hanya sanggup melihatnya dalam perbuatan.
3. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respons-respons yang tertuju ke arah suatu tujuan. Respons-respons itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Setiap respons merupakan suatu langkah ke arah mencapai tujuan.
Sejalan dengan pendapat McDonald di atas Makmun (2001:37) menyampaikan bahwa pada esensinya motivasi itu merupakan:
1. Suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya energi.
2. Suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu (organisasi) untuk bergerak ( to move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.
Psikolog Gestalt menyampaikan bahwa motivasi merupakan produk dari ketidaksesuaian dari sebuah pase kehidupan. Dalam pase kehidupan itu meliputi tujuan-tujuan yang positif atau negatif yang ingin diraih atau dihindarkan. Artinya bahwa motivasi itu timbul akhir adanya dorongan-dorongan lain yang ada dalam organisme. Bigge (2002:73) menyampaikan bahwa organism drives such as hunger, thirst and sexual need; and for emotionals such as fear, anger and “love”--produce behaviors that predictable and irresistible.
Selanjutnya hebat sikap (behavioriest) beropini bahwa motivasi yaitu dorongan untuk berbuat sesuatu sebagai akhir adanya rangsangan yang mendahuluinya. Seluruh motivasi timbul secara eksklusif dari dorongan-dorongan organisme, emosi-emosi dasar atau dari kecenderungan untuk merespons terhadap dorongan-dorongan dan emosi-emosi tersebut. Dorongan organisme menyerupai lapar, haus dan kebutuhan seksual (sexual need) dan dorongan emosi menyerupai rasa takut, murka keduanya membentuk tingkah laris (behavior) yang sanggup diprediksi.
Berdasarkan pendapat di atas sanggup dipahami bahwa tingkah laris yang tampak pada diri seseorang itu dipengaruhi oleh stimulus-stimulus dari dalam dan dari luar diri manusia. Seperti rasa lapar, haus, kebutuhan seksual, takut, marah, cinta dan lain-lain. Stimulus-stimulus inilah merupakan motif atau dorongan yang mensugesti seseorang untuk berbuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
Sementara itu Murray (dalam Arikunto 2003:67) mengatakan: bahwa motivasi merupakan konstruk (konsep hipotetik) yang terdiri atas kekuatan-kekuatan yang mensugesti persepsi dan sikap seseorang dalam upayanya untuk mengubah situasi yang tidak memuaskan dirinya.
Dari teori Murray di atas memperlihatkan bahwa rangsangan dari luar memegang peranan penting bagi tumbuhnya motivasi, merkipun motivasi yang timbul dari dalam merupakan hal yang lebih penting dibandingkan dengan motivasi yang ditimbulkan dari luar, namun tetap peranan guru di dalam menimbulkan motivasi siswa tetap diharapkan untuk sanggup merubah persepsi dan perilakunya di dalam proses belajar.
Menurut Purwanto (2002: 72), ada dua prinsip yang sanggup digunakan untuk meninjau motivasi ialah:
(1) Motivasi dipandang sebagai suatu proses. Pengetahuan wacana proses ini akan membantu kita menjelaskan kelakuan yang kita amati dan untuk menjelaskan kelakuan-kelakuan lain pada seseorang;
(2) Kita menentukan abjad dari proses ini dengan melihat petunjuk-petunjuk dari tingkah lakunya. Apakah petunjuk-petunjuk itu sanggup dipercaya, sanggup dilihat dari kegunaannya dalam memperkirakan dan menjelaskan tingkah laris lainnya. Motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan dan menopang tingkah laris manusia. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu; memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara-cara tertentu. Misalnya kekuatan dalam ingatan, respons-respons efektif, dan kecenderungan mendapat kesenangan. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laris individu diarahkan terhadap sesuatu. Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforcement) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
Komponen lain dalam motivasi, yaitu komponen dalam (inner component), dan komponen luar (outer component). Komponen dalam ialah perubahan dalam diri seseorang, keadaan merasa tidak puas, dan ketegangan psikologis. Komponen luar ialah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang menjadi arah kelakuannya. Kaprikornus komponen dalam yaitu kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar ialah tujuan yang hendak dicapai.
Teori stimulus respons (S-R) atau teori rangsang reaksi dalam llmu jiwa menjelaskan bahwa sikap seseorang ditimbulkan oleh kejadian-kejadian yang datang dari dalam atau pun dari luar dirinya, sedangkan arah dari sikap tersebut ditentukan oleh korelasi mekanisme dari S-R yang bersangkutan.
Motivasi Belajar Siswa akan Menentukan Prestasi Belajar Siswa |
McDonald menyampaikan bahwa hebat psikologi telah mempelajari bagaimana seseorang berguru dengan kecenderungan-kecenderungan motivasi yang relatif stabil. Salah satu konsep dasar untuk mengambarkan kecenderungan itu yaitu adanya kebutuhan. Kebutuhan adalah kecenderungan umum yang termotivasi dengan cara-cara khusus.
Sementara itu teori-teori Gestalt cenderung untuk menghindari pemakaian konsep-konsep tingkah laris (behavioristic concepts), menyerupai dorongan (drive), efek (effect), dan penguatan (reinforcement) pada satu sisi dan konsep-konsep mentalistik menyerupai vitalisme, dan kesadaran pada sisi lainnya. Bagi mereka ada beberapa konsep yang berkaitan dengan motivasi, yaitu impian (goal), harapan (expectancy), niat (intention) dan tujuan/sasaran (purpose). Dalam kerangka tumpuan Gestalt tingkah laris yaitu fungsi sebuah situasi total. Orang berinteraksi dalam lapangan (wilayah) dorongan-dorongan psikologis. Lapangan psikologis meliputi tujuan dan cita-cita, interpretasi obyek dan kejadian fisik yang relevan, memori dan antisipasi. Dengan demikian motivasi tidak sanggup diuraikan hanya dengan sebuah gerakan hati (an impulse) terhadap perbuatan yang digerakkan oleh stimulus. Lebih dari itu ia timbul dari situasi psikologis yang dinamis yang ditandai dengan hasrat seseorang untuk berbuat sesuatu.
Berdasarkan paparan di atas sanggup dipahami bahwa sebetulnya motivasi merupakan suatu hal yang tidak sanggup dilepaskan dari diri manusia, lantaran pada hakekatnya kehidupan yaitu kebutuhan dan harapan. Motivasi yang ada insan sanggup bersumber dari diri insan itu sendiri (intrinsik) atau juga dari luar (ekstrinsik). Pada umumnya motivasi intrinsik lebih kuat dan lebih baik daripada motivasi ekstrinsik. Oleh lantaran itu motivasi intrinsik sebaiknya ditimbulkan dan diaktifkan dalam diri setiap individu.
Lepper (1988) menyampaikan bahwa motivasi instrinsik mendorong siswa untuk beraktivitas lantaran adanya kesenangan, harapan, dan timbulnya perasaan sempurna, sedangkan motivasi ekstrinsik mendorong siswa beraktivitas untuk mendapat hadiah dan menghindari hukuman.
Berdasarkan pendapat Lepper di atas sanggup dipahami motivasi berguru itu timbul secara internal dan juga eksternal. Seseorang melaksanakan suatu acara lantaran acara itu bermakna, adanya kesenangan, harapan, perasaan berprestasi, atau apa pun juga yang menjadi pendorong (motif) seseorang untuk melaksanakan suatu aktivitas. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang mendorong seseorang untuk beraktivitas yang timbulnya dari luar menyerupai adanya hukuman, hadiah dan di luar acara itu sendiri yaitu adanya tingkatan, ikatan-ikatan atau restu guru.
Memahami bagaimana pengalaman-pengalaman sekolah yang berbeda sanggup mensugesti motivasi berguru yaitu penting untuk membedakan banyak sekali kualitas situasi berguru yang dirasakan; menarik, senang, berarti secara pribadi atau relevan versus situasi berguru yang dirasakan membosankan, menjenuhkan, tidak bermakna, atau tidak relevan dari perspektif individu. Pada kasus pertama, motivasi berguru secara alami terdorong oleh tugas-tugas berguru yang dirasa mengasyikkan atau secara pribadi bermakna. Pada kasus yang kedua, motivasi berguru harus dirangsang dari luar untuk menanggulangi kurangnya motivasi intrinsik yang disebabkan oleh persepsi berguru siswa bahwa tugas-tugas berguru membosankan atau secara pribadi tidak bermakna.
Dalam banyak situasi berguru yang ditentukan secara eksternal, pilihan-pilihan dibatasi untuk mengontrol dan memanaj pikiran dan perasaan internal. Pemilihan sikap itu sedikit. Menurut McCombs. (2002 :1) perbedaan yang penting lainnya, apakah motivasi merupakan respons alami terhadap keingintahuan pembelajar atau pembelajar tersebut harus mengerahkan segenap tenaganya untuk mengatur perasaan-perasaan yang timbul dari pemikiran negatif wacana kondisi-kondisi eksternal (seperti guru, kurikulum, dan praktek-praktek pembelajaran)
Selain motivasi intrinsik dan ekstrinsik di atas ada lagi motivasi lain yaitu motivasi positif dan motivasi negatif. Motivasi positif menimbulkan semangat dan kekuatan dalam diri setiap individu. Hal itu terjadi lantaran pada setiap diri insan bahagia pada hal-hal yang baik dan bahagia akan pujian. Sementara motivasi negatif akan memperlihatkan dampak yang kurang baik untuk jangka panjang akan tetapi akan berdampak pada semangat kerja yang baik untuk jangka pendek. Hal ini terjadi lantaran motivasi negatip sifatnya yaitu teguran dan peringatan terhadap kekeliruan yang dilakukan dan untuk menjadi perhatian untuk melaksanakan kegiatan yang akan datang.
Dalam prakteknya kedua jenis motivasi itu sering digunakan dalam suatu kelompok aktivitas. Yang harus diperhatikan yaitu kapan motivasi positif atau negatif sanggup merangsang secara efektif kegairahan beraktivitas dalam diri individu. Motivasi positip untuk jangka panjang sementara motivasi negatip untuk jangka pendek.
Oleh lantaran itu McCombs (2002:2) mengatakan:
“Another key to motivation to learn is helping students see ways they can change negative thinking and make learning fun by relation to the personal interest, working with other in meeting learning goals and being able to make choices—have a voice—in their own learning process”.(Salah satu cara memotivasi siswa untuk berguru yaitu dengan menolong mereka untuk melihat cara-cara yang sanggup merubah pemikiran negatif dan menciptakan berguru menyenangkan dengan mengkaitkannya kepada kepentingan pribadi, bekerja sama dalam mencapai tujuan dan sanggup menciptakan pilihan, mempunyai pendapat dalam proses pembelajaran mereka).
Dorongan yang ada pada diri seseorang itu sering berwujud kebutuhan (needs), kemauan (willingness), rangsangan (drive) dan kata hati. Dorongan tersebut disadari atau tidak disadari oleh seseorang mengarah pada suatu tujuan. Dorongan itu pun intinya akan mensugesti tingkah laris seseorang dan menjadi alasan mengapa seseorang itu melaksanakan suatu tindakan atau kegiatan. Dorongan kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang yang menggerakkan tingkah laris orang itu untuk dan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian dorongan akan menimbulkan kegiatan yang bertujuan dan akan mensugesti tingkah laris seseorang yang mempunyai dorongan itu.
McClelland (dalam Arikunto 2003:67) telah mengadakan penelitian wacana motivasi yang dikenal dengan studi pengukuran “N’ Ach”, merupakan sebuah istilah popular di dalam bidang pendidikan, yaitu kependekan dari “need for achievement”, suatu bentuk kebutuhan (need) yang dimiliki oleh seseorang untuk suatu pencapaian (achievement). Biasanya orang yang mempunyai keinginan untuk memperoleh sesuatu di dalam dirinya akan terdapat suatu dorongan yang kuat untuk mencapai keinginannya itu. Dorongan kuat itulah yang dinamakan motivasi.
Dilihat dari segi motifnya setiap gerak sikap insan itu selalu mengandung tiga aspek, yang kedudukannya sedikit demi sedikit dan berurut (sequential), yaitu:
(1) Motivating states (timbulnya kekuatan dan terjadinya kesiapsediaan sebagai akhir terasanya kebutuhan jaringan atau sekresi, hormonal dalam diri organisme atau lantaran terangsang oleh stimulasi tertentu).
(2) Motivated behavior (bergeraknya organisme ke arah tujuan tertentu sesuai dengan sifat yang hendak dipenuhi dan dipuaskannya).
(3) Satisfied conditions (dengan berhasilnya dicapai tujuan yang sanggup memenuhi kebutuhan yang terasa, maka keseimbangan dalam diri organisme pulih kembali).
Gibson dan kawan-kawan (dalam Gito dan Mulyana 2001:178) melukiskan proses motivasi pola awal berasal adanya kebutuhan individu yang belum terpenuhi/tidak terpenuhi yang kemudian mengakibatkan orang mencari jalan memenuhi banyak sekali macam kebutuhannya. Pencarian jalan itu akan diwujudkan kepada sikap yang diarahkan pada tujuan individu yang belum terpenuhi/tidak terpenuhi).
Kebutuhan yaitu kecenderungan-kecenderungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan menimbulkan kelakuan untuk mencapai tujuan. Kebutuhan itu timbul lantaran adanya perubahan (internal change) dalam organisme atau disebabkan oleh perangsang kejadian-kejadian di lingkungan organisme. Begitu terjadi perubahan tadi, maka timbul energi yang mendasari kelakuan ke arah tujuan. Jadi, timbulnya kebutuhan inilah yang menimbulkan motivasi pada kelakuan seseorang.
Kebutuhan sanggup mendorong, menguatkan, dan mengarahkah sikap seseorang baik untuk melaksanakan kegiatan dalam memenuhi kebutuhan tersebut maupun untuk memcapai suatu tujuan. Tingkatan kebutuhan berdasarkan Maslow berdasarkan Sudjana (2000:167).dimulai dari kebutuhan yang paling rendah dan menuju kebutuhan yang paling tinggi. Kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah menjadi syarat untuk memenuhi setiap kebutuhan yang lebih tinggi. Maslow mengemukakan lima macam kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan untuk diakui dan dihargai, dan kebutuhan pengembangan diri/ aktualisasi diri.
Bila dijelaskan dari kelima kebutuhan tersebut yaitu sebagai berikut:
1) Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer yang menyangkut fungsi biologis dari organisme individu sebagai manusia, menyerupai kebutuhan sandang, papan, pangan, kesehatan dan sebagainya.
2) Kebutuhan rasa kondusif dan proteksi yaitu kebutuhan individu untuk merasa terjamin dari segala ancaman dan hal-hal yang akan merusaknya.
3) Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang meliputi keinginan untuk diperhitungkan dan diakui dalam kelompok, menyerupai kebutuhan untuk dicintai, kerjasama dan lain-lain.
4) Kebutuhan diakui dan dihargai yaitu kebutuhan lantaran prestasi, kemampuan, kedudukan ataupun status individu dalam kelompok.
5) Kebutuhan akan aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki individu untuk membuatkan diri secara maksimal, berkreativitas dan mengekspresikan diri.
Berdasarkan beberapa uraian di atas sanggup disintesiskan bahwa motivasi belajar siswa adalah keseluruhan daya aktivis atau tenaga dorong yang mensugesti persepsi dan sikap siswa dalam berguru dan menimbulkan adanya keinginan untuk melaksanakan kegiatan atau acara dalam berguru sebagai seorang siswa yang dilakukan secara sistematis, kontinyu dan progresif mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Peran Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Dalam upaya meningkatkan motivasi berguru siswa, guru mempunyai kiprah penting dalam keberhasilan berguru siswa, beberapa kiprah itu antara lain :
1. Mengenal setiap siswa yang diajarkan secara pribadi. Dengan mengenal setiap siswa secara pribadi, maka guru akan bisa memperlakukan setiap siswa secara tepat. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan motivasi berguru siswa dilakukan secara tepat pula walaupun guru itu berhadapan dengan kelompok siswa dalam kelas. Apabila guru mengenal siswanya secara pribadi beliau akan bisa pula memperlakuk,an setiap siswa dalam kelompok secara berbeda sesuai dengan keadaan dan kemampuan serta kesulitan dan kekuatan yang dimiliki setiap siswa itu.
2. Mampu memperlihatkan interaksi yang menyenangkan, interaksi yang menyenangkan ini akan menimbulkan suasana kondusif dalam kelas. Para siswa bebas dari ketakutan akan melaksanakan perbuatan yang tidak berkenan bagi gurunya. Interaksi yang menyenangkan ini sanggup menciptakan suasana sehat dalam kelas, suasana yang menyenangkan dan sehat itu menimbulkan suasana yang mendukung untuk terjadinya belajar. Dengan demikian motivasi berguru siswa menjadi lebih baik.
3. Menguasai banyak sekali metode dan teknik mengajar dan memakai secara tepat. Penguasaan banyak sekali metode dan teknik mengajar serta penerapannya secara tepat menciptakan guru mampou mengubah-ubah cara mengajarnya sesuai dengan suasana kelas. Pada para siswa, tes utama di sekolah dasar sering timbul Susana cepat bosan dengan keadaan yang tidak berubah. Guru harus menyimak perubahan suasana kelas sebagai akhir dari kebosanan siswa akan suasana yang tidak berubah itu. Guru sanggup mengembalikan gairah berguru siswa antara lain dengan merubah metode dan teknik mengajar pada waktu Susana bosan itu mulai muncul.
4. Menjaga suasana kelas supaya para siswa terhindari konflik dan frustasi. Suasana konflik dan putus asa di kelas menimbulkan gairah berguru siswa menurun. Perhatian mereka tidak lagi terhadap kegiatan belajar, melainkan pada upaya menghilangkan konflik dan fustasi itu. Energi mereka habis terkuras untuk memecahkan konflik dan frustasi, sehingga mereka tidak sanggup berguru dengan baik. Apabila guru sanggup menjaga suasana kelas dan meniadakan konflik dan putus asa itu, maka konsentrasi siswa secara penuh akan sanggup dikembalikan kepada kegiatan belajar. konsentrasi penuh terhadap berguru itu sanggup meningkatkan motivasi berguru anak dan pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajarnya.
5. Memperlakukan siswa sesuai dengan keadaan dan kemampuan. Sebagai kelanjutan dari pemahaman siswa secara pribadi, guru sanggup memperlakukan setiap siswa secara tepat sesuai denga hal-hal yang diketahuinya dari tiap siswa itu.
Dengan penerapan peranan menyerupai di atas, maka guru akan bisa menempatkan diri dalam lingkungan siswa secara tepat. Pada gilirannya guru akan bisa pla mengunakan teknik, motivasi secara tepat, baik dalam suasana kelompok maupun dalam suasana individual.
Adapun upaya lain untuk meningkatkan motivasi belajar berdasarkan Robert (1990:153) yaitu:
a. Optimalisasi penerapan prinsip belajar
Kehadiran siswa di kelas merupakan awal dari motivasi belajar. Untuk meningkatkan motivasi berguru siswa merupakan bimbingan tindak pembelajaran bagi guru. Dalam upaya pembelajaran, guru harus berhadapan dengan siswa dan menguasai seluk beluk materi yang diajarakan kepada siswa. Upaya pembelajaran terkait dengan beberapa prinsip pembelajaran. Beberapa prinsip pembelajaran tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Belajar menjadi bermakna kalau siswa memahami tujuan belajar, oleh lantaran itu guru harus menjelaskan tujuan berguru secara hierarkis.
2) Belajar menjadi bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahana kasus yang menantangnya, oleh lantaran itu peletakan urutan kasus yang menantang harus disusun guru dengan baik.
3) Belajar menjadi bermakna bila guru bisa memusatkan segala kemampuan mental siswa dalam acara kegiatan tertentu oleh lantaran itu guru sebaiknya menciptakan pembelajaran dalam pengajaran unit atau proyek.
4) Kebutuhan materi berguru siswa semakin bertambah, oleh lantaran itu guru perlu mengatur materi dari yang paling sederhana hingga paling menantang.
5) Belajar menjadi menantang bila siswa memahami prinsip evaluasi dan faedah nilai belajarnya bagi kehidupan dikemudian hari, oleh lantaran itu guru perlu memberi tahukan kriteria keberhasilan atau kegagalan belajar.
b. Optimalisasi unsur dinamis berguru dan pembelajaran
Unsur-unsur yang ada di lingkungan maupun dalam diri siswa ada yang mendorong dan ada yang menghambat kegiatan belajar. Oleh lantaran itu guru yang lebih memahami keterbatasan waktu bagi siswa sanggup mengupayakan optimalisasi unsur-unsur dinamis tersebut dengan jalan :
1) Pemberian kesempatan pada siswa untuk mengungkap kendala berguru yang dialaminya.
2) Memelihara minat, kemauan, dan semangat belajarnya sehingga terwujud tindak belajar.
3) Meminta kesempatan pada orang renta atau wali, biar member kesempatan kepada siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar.
4) Memanfaatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar.
5) Menggunakan waktu secara tertib, penguat dan suasana gembira terpusat pada sikap belajar.
6) Guru merangsang siswa dengan penguat memberi rasa percaya diri.
c. Optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa
Guru wajib memakai pengalaman berguru dan kemampuan siswa dalam mengelola siswa belajar. Upaya optimalisasi pemanfaatan pengalaman siswa tersebut sanggup dilakukan sebagai berikut :
1) Siswa ditugasi membaca materi berguru sebelumnya dan bertanya kepada guru apa yang mereka tidak mengerti.
2) Guru mempelajari hal-hal yang sukar bagi siswa.
3) Guru memecahkan hal-hal yang sukar.
4) Guru mengajarkan cara memecahkan kesukaran tersebut dan mendidik kebenaran mengatasi kesukaran.
5) Guru mengajak siswa mengalami dan mengatasi kesukaran.
6) Guru memberi kesempatan siswa untuk menjadi tutor sebaya.
7) Guru memberi penguatan kepada siswa yang berhasil mengatasi kesukaran belajarnya sendiri.
8) Guru menghargai pengalaman dan kemampuan siswa biar berguru secara mandiri.
d. Pengembangan impian dan aspirasi belajar
Pengembangan impian berguru dilakukan semenjak siswa masuk sekolah dasar. Pengembangan impian tersebut ditempuh dengan jalan menciptakan kegiatan berguru sesuatu. Penguat berupa hadiah diberikan pada setiap siswa yang berhasil. Sebaliknya dorongan keberanian untuk mempunyai impian diberikan kepada siswa yang berasal dari semua lapisan masyarakat.
Sumber Bacaan:
A. Tabrani R (1994) Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosda Karya
Abin Syamsudin Makmun (2001), Psikologi Kependidikan, Jakarta: Remaja Rosda Karya
Depdikbud (1996), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Nana Sudjana dan Daeng Arifin. (1988). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Oemar Hamalik. (2002). Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sondang P. Siagian. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
WS. Winkel. (1983) Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia, 1983
W.S. Winkel. (1996). Psikologi Pengajaran, Jakarta: Grasindo.
0 Response to "Motivasi Berguru Siswa, Pengertian Bentuk Dan Faktor Yang Menghipnotis Motivasi Berguru Siswa"
Post a Comment